Senin, 24 Desember 2012
Memahami Pembalikan Kutub Magnetis Bumi
Setiap planet dalam tata surya kita, termasuk Bumi, memiliki dua sistem kutub. Yang pertama adalah kutub geografis, yakni proyeksi sumbu rotasi di permukaan planet tersebut yang mewujud pada terbentuknya kutub utara geografis dan kutub selatan geografis. Dalam astronomi, kutub-kutub geografis senantiasa menempati garis lintang 90 baik di lintang utara maupun selatan. Di Bumi, kutub utara geografis berada di Samudera Arktik, sementara kutub selatan geografisnya ada di daratan Antartika yang senantiasa berselimutkan es tebal.
Sistem kutub yang kedua adalah kutub magnetis, yakni sepasang titik di permukaan planet dimana garis-garis gaya medan magnetnya masuk ke dalam atau keluar dari dalam tubuh planet tersebut pada posisi tegaklurus permukaan rata-ratanya (inklinasi magnetik 90). Titik dimana garis-garis gaya magnet tersebut masuk ke dalam tubuh planet merupakan kutub utara magnetis, sebaliknya titik dimana garis-garis gaya magnet keluar dari tubuh planet adalah kutub selatan magnetis. Meski demikian tatanama ini tidak sepenuhnya diterapkan, sebab dalam praktiknya nama kutub-kutub magnetis mengacu pada nama kutub-kutub geografis yang berdekatan. Kedua kutub magnetis ini dapat diibaratkan sebagai sepasang ujung berbeda dari sebuah magnet batang raksasa yang tertanam dalam tubuh planet, meski pengandaian ini tidak sepenuhnya tepat. Kutub-kutub magnetis hanya berkaitan dengan sifat kemagnetan benda langit, bukan sifat rotasinya.
Posisi
Di Bumi, kutub utara magnetis terletak di tepi Samudera Arktika sementara kutub selatan magnetis terletak di tepi daratan Antartika. Posisi kutub utara magnetis tak berimpit dengan kutub utara geografis demikian halnya kutub selatan magnetis dengan kutub selatan geografis. Ketakberimpitan ini membuat jarum kompas (yang selalu mengarah ke kutub utara magnetis) senantiasa membentuk sudut tertentu terhadap arah utara sejatinya. Sudut ini dikenal sebagai deklinasi magnetik, yang nilainya berbeda-beda untuk tiap titik di muka Bumi. Bila ditelaah lebih lanjut, sumbu geomagnet (yakni garis lurus penghubung kutub utara-selatan magnetis di dalam tubuh Bumi) ternyata tidak berimpit dengan sumbu rotasi Bumi, melainkan membentuk sudut 11,5 derajat. Di sisi lain, sumbu geomagnet sendiri pun tidaklah simetris, sehingga posisi kutub selatan magnetis tidak persis di proyeksi titik-lawan kutub utara magnetisnya, melainkan berselisih jarak hingga 2.700 km.
Ketidakberimpitan dan ketidaksimetrisan semacam ini adalah wajar dalam tata surya kita, tak hanya dialami Bumi saja. Sumbu magnetis Jupiter juga membentuk sudut terhadap sumbu rotasinya, yakni sebesar 10 derajat. Bahkan dalam Uranus dan Neptunus situasinya cukup spektakuler karena sumbu magnetisnya masing-masing membentuk sudut 59 derajat dan 47 derajat terhadap sumbu rotasinya. Sebaliknya sumbu magnetis Saturnus hampir berimpit dengan sumbu rotasinya dimana sudut antara keduanya kurang dari 0,5 derajat.
Pembangkit
Mengapa bisa demikian? Di Bumi, medan magnet Bumi (geomagnet) dibangkitkan oleh aliran konvektif ion-ion Besi dan logam lainnya di inti luar yang sifatnya cair sangat kental. Aliran konvektif itu ditenagai panas internal Bumi dari sebagai hasil peluruhan radioaktif inti-inti atom berat (Uranium dan Thorium) serta sisa panas pembentukan Bumi purba di bawah pengaruh rotasi Bumi. Aliran ion pada hakikatnya adalah aliran partikel bermuatan listrik, sehingga setara dengan aliran listrik. Maka berlakulah kombinasi hukum sirkuit Ampere, hukum Faraday dan gaya Lorentz dalam bentuk mekanisme dinamo dengan produk akhirnya adalah geomagnet dengan struktur sangat besar. Tidak berimpitnya sumbu magnetis dan sumbu rotasi Bumi merupakan akibat dinamika internal inti Bumi yang berujung pada perbedaan kecepatan rotasi antara permukaan dengan inti Bumi.
Mekanisme serupa juga membentuk medan magnet planet lain. Hanya saja pada Uranus dan Neptunus, ion-ion yang mengalir di inti luarnya adalah ion ringan (air, amonia dan metana) dengan ketebalan lapisan konvektif yang lebih tipis sehingga sumbu medan magnetnya bisa membentuk sudut ekstrim terhadap sumbu rotasinya.
Dinamika internal inti Bumi menyebabkan geomagnet memiliki dinamika yang menakjubkan. Salah satunya adalah fenomena pembalikan kutub-kutub magnetis (magnetic reversal). Kutub-kutub magnetis diketahui tidak menempati lokasi yang sama untuk waktu lama, melainkan senantiasa bergeser pada kecepatan tertentu. Sejak pertama kali diidentifikasi dua abad silam, kutub utara magnetis telah bergeser sejauh lebih dari 600 km dengan kecepatan rata-rata 40 km/tahun. Sehingga kutub utara magnetis kian mendekati kutub utara geografis, meski keduanya tak bakal berimpit. Model matematis memperlihatkan posisi kutub utara magnetis yang kini berada di Samudera Arktika bagian Canada bakal bergeser demikian rupa sehingga dalam seabad ke depan akan memasuki Siberia (Russia).
Pembalikan dan Pemusnahan
Dalam jangka panjang, pergeseran kutub-kutub magnetis akan menyebabkan pertukaran posisi dimana yang sekarang menjadi kutub utara magnetis bergeser demikian rupa sehingga kelak menempati lokasi kutub selatan magnetis dan begitupun sebaliknya. Fenomena pembalikan kutub-kutub magnetis ini terhitung kerap terjadi. Sepanjang 5 juta tahun terakhir pembalikan kutub magnetis Bumi terjadi rata-rata setiap 0,2 hingga 0,3 juta tahun sekali. Namun sepanjang setengah milyar tahun terakhir, variasi periodisitas pembalikan kutub magnetis Bumi memiliki rentang dari 5.000 tahun hingga 50 juta tahun. Setiap pembalikan magnetis berlangsung selama ribuan tahun sehingga bukanlah peristiwa tiba-tiba dalam sekejap mata. Pembalikan magnetis juga dapat berlangsung akibat sebab eksternal, misalnya akibat hantaman asteroid/komet raksasa ke Bumi.
Peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi yang terakhir, yang dinamakan peristiwa Brunhes-Matuyama, terjadi pada 0,78 juta tahun silam. Pada masa kini, meski kutub-kutub magnetis terus bergeser, belum ada tanda-tanda bakal terjadinya pembalikan kutub magnetis Bumi berikutnya.
Meski terjadi pembalikan kutub-kutub magnetis, garis-garis gaya geomagnet tidaklah menghilang. Demikian pula magnetosfer beserta lapisan terdalamnya yang dikenal sebagai sabuk radiasi van-Allen. Sehingga berbeda dengan persepsi umum, dalam peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi, planet ini masih tetap dilindungi magnetosfernya dari ancaman eksternal dalam rupa sinar kosmik galaktik maupun radiasi partikel Matahari. Perlindungan ini demikian efektif sehingga bila kita merujuk pada kurva kelimpahan makhluk hidup sepanjang setengah milyar tahun terakhir, tak ada satupun peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi yang bertepatan dengan pemusnahan massal (pengurangan populasi makhluk hidup secara mendadak dan signifikan) baik mayor maupun minor, kecuali oleh sebab eksternal dalam rupa tumbukan asteroid/komet.
Matahari
Pembalikan kutub magnetis bukanlah peristiwa khas Bumi, namun juga terjadi pada benda langit anggota tata surya lainnya. Planet-planet yang memiliki medan magnet juga diindikasikan mengalaminya. Bahkan Matahari pun demikian. Pantauan satelit pengamat Mataharis ecara menerus sejak awal 1980-an mulai dari Uhuru, Solar Max hingga SOHO menunjukkan pembalikan kutub magnetis Matahari berlangsung lebih sering dengan pola mengikuti siklus aktivitas Matahari, yakni rata-rata tiap 11 tahun sekali. Dan setiap kali pembalikan magnetik Matahari terjadi, tidak diikuti dengan aktivitas di luar normal terkecuali peningkatan potensi badai Matahari yang masih tergolong wajar.
Sehingga desas-desus pembalikan kutub magnetis Bumi akan terjadi dan memicu Kiamat 2012 sebagaimana digembar-gemborkan selama ini bakal berbenturan dengan tiga fakta ilmiah. Pertama, sejauh ini tidak ada gejala bakal terjadinya peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi. Kedua, aktivitas pembalikan kutub magnetis Bumi bukanlah peristiwa spontan yang terjadi dalam sekejap mata, melainkan butuh waktu ribuan tahun. Ketiga, mengambil analogi aktivitas dan pembalikan kutub magnetis Matahari dan data-data pemusnahan massal, di masa silam peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi adalah kejadian biasa saja yang kerap terjadi dan tidak disertai bencana dahsyat yang membuat mengurangi populasi makhluk hidup berkurang drastis.
Bagaimana membuktikan bahwa Bumi mengelilingi Matahari, dan bukan sebaliknya?
Pada awal perkembangan sains, orang-orang seperti Copernicus, Kepler, Galileo & Newton berpendapat bahwa alangkah lebih baik (untuk menjelaskan), lebih mudah (secara matematika) & lebih elegan (secara filosofis) bahwa Matahari berada di pusat, sementara Bumi & planet-planet berputar mengelilingi Matahari. Semua punya penjelasan yang memuaskan, secara teori untuk mengatakan hal itu.
Sampai sekarang, pelajaran SMU fisika pun memberikan penjelasan yang jelas & memuaskan, bahwa memang demikian ada-nya. Massa matahari yang jauh lebih besar daripada planet-planet membuat planet-planet harus tunduk pada ikatan gravitasi Matahari, sehingga planet-planet tersebut bergerak mengitari Matahari sebagai pusat. Demikian dari hukum Gravitasi Newton.
Perumusan matematika-nya secara gamblang dan jelas dijelaskan oleh perumusan Kepler, hanya karena Matahari yang menjadi pusat sistem.
Kalau memang begitu ada-nya dan tidak percaya, bagaimana membuktikannya? Gampang, terbang saja jauh-jauh dari sistem tata surya ke arah kutub, dan lihatlah bagaimana Bumi beserta planet-planet bergerak mengitari Matahari. Tentu saja ini adalah pernyataan yang bersikap humor. Tapi ini memang menjadi pertanyaan penting, bagaimana membuktikannya?
Bapak-bapak yang telah disebutkan tadi, tentu saja mempunyai pendapat yang berlaku sebagai hipotesa, dan harus bisa dibuktikan melalui pembuktian yang teramati/eksperimentasi. Apabila eksperimen berkesesuaian dengan hipotesa, maka hipotesa diterima dan itu menjadi teori. Bukankah demikian?
Baik, sekarang bagaimana membuktikannya? Satu-satu-nya cara membuktikan fenomena langit adalah melalui ilmu astronomi, yaitu ketika pengamatan dilakukan pada benda-benda langit lalu memberikan penjelasan ilmiah tentang apa yang sebenar-nya terjadi disana.
Tentu tidaklah mudah memberikan bukti yang langsung bisa menjelaskan secara cespleng bahwa Bumi berputar mengitari Matahari, bukankah lebih mudah mengatakan kebalikannya? Tapi seperti yang telah disampaikan, itu akan menjadi tidak baik, tidak mudah dan tidak elegan untuk menyatakan demikian. Ternyata dari pengamatan astronomi menunjukkan bahwa memang Bumi yang mengitari Matahari. Tidak percaya?
Bukti pertama, adalah yang ditemukan oleh James Bradley (1725). Pak Bradley menemukan adanya aberasi bintang.
Apa itu aberasi bintang? Bayangkan kita sedang berdiri ditengah-tengah hujan, dan air hujan jatuh tepat vertikal/tegak lurus kepala kita. Kalau kita menggunakan payung, maka muka & belakang kepala kita tidak akan terciprat air bukan? Kemudian kita mulai berjalan ke depan, perlahan-lahan & semakin cepat berjalan, maka seolah-olah air hujan yang tadi jatuh tadi, malah membelok dan menciprati muka kita. Untuk menghindari-nya maka kita cenderung mencondongkan payung ke muka. Sebetulnya air hujan itu tetap jatuh tegak lurus, tetapi karena kita bergerak relatif ke depan, maka efek yang terjadi adalah seolah-olah membelok dan menciprat ke muka kita.
Demikian juga dengan fenomena aberasi bintang, sebetulnya posisi bintang selalu tetap pada suatu titik di langit, tetapi dari pengamatan astronomi, ditemukan bahwa posisi bintang mengalami pergeseran dari titik awalnya, pergeseran-nya tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk menunjukkan bawha memang sebenar-nya lah bumi yang bergerak.
Mari kita tinjau Gb.1.
Bukti kedua adalah paralaks bintang. Bukti ini diukur pertama kali oleh Bessel (1838). Paralaks bisa terjadi jika posisi suatu bintang yang jauh, seolah-olah tampak ‘bergerak’ terhadap suatu bintang yang lebih dekat. (Gb.2). Fenomena ini hanya bisa terjadi, karena adanya perubahan posisi dari Bintang akibat pergerakan Bumi terhadap Matahari. Perubahan posisi ini membentuk sudut p, jika kita ambil posisi ujung-ujung saat Bumi mengitari Matahari. Sudut paralaks dinyatakan dengan (p), merupakan setengah pergeseran paralaktik bilamana bintang diamati dari dua posisi paling ekstrim.
Sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh Newton, bahwa ternyata cahaya bisa dipecah menjadi komponen mejikuhibiniu, maka pengetahuan tentang cahaya bintang menjadi sumber informasi yang sahih tentang bagaimana sidik jari bintang (baca tulisan saya tentang ‘fingerprint of the star’) . Ternyata pengamatan-pengamatan astronomi menunjukkan bahwa banyak perilaku bintang menunjukkan banyak obyek-obyek langit mempunyai sidik jari yang tidak berada pada tempat-nya. Bagaimana mungkin? Penjelasannya diberikan oleh Bpk. Doppler (1842), bahwa jika suatu sumber informasi ‘bergerak’ (informasi ini bisa suara, atau sumber optis), maka terjadi ‘perubahan’ informasi. Kenapa bergeraknya harus tanda petik? Ini bisa terjadi karena pergerakannya dalah pergerakan relatif, apakah karena pengamatnya yang bergerak? Atau sumber-nya yang bergerak?
Demikian pada sumber cahaya, jika sumber cahaya mendekat maka gelombang cahaya yang teramati menjadi lebih biru, kebalikannya akan menjadi lebih merah. Ketika Bumi bergerak mendekati bintang, maka bintang menjadi lebih biru, dan ketika menjauhi menjadi lebih merah.
Disuatu ketika, pengamatan bintang menunjukkan adanya pergeseran merah, tetapi di saat yang lain, bintang tersebut mengalami pergeseran Biru. Jadi bagaimana menjelaskannya? Ini menjadi bukti yang tidak bisa dibantah, bahwa ternyata Bumi bergerak (bolak-balik – karena mengitari Matahari), mempunyai kecepatan, relatif terhadap bintang dan tidak diam saja.
Dengan demikian ada tiga bukti yang mendukung bahwa memang Bumi bergerak mengitari matahari, dari aberasi (perubahan kecil pada posisi bintang karena laju Bumi), paralaks (perubahan posisi bintang karena perubahan posisi Bumi) dan efek Doppler (perubahan warna bintang karena laju Bumi).
Tentu saja bukti-bukti ini adalah bukti-bukti ILMIAH, dimana semua pemaknaan, pemahaman dan perumusannya mempergunakan semua kaidah-kaidah ilmiah, masuk akal dan ber-bobot kebenaran ilmiah. Apakah memang demikian adanya? Seperti yang ungkapkan, sampai detik ini belum ada teknologi yang bisa membuat kita bisa terbang jauh-jauh ke luar angkasa, sedemikian jauhnya sehingga bisa melihat memang begitulah yang sebenarnya. Tetapi, pembuktian metode ilmiah selama ini cukup sahih untuk menjawab banyak ketidak-pahaman manusia tentang posisi-nya di alam. Dan bukti-bukti yang telah disebutkan tersebut cukup untuk menjadi landasan untuk menjawab bahwa memang Bumi mengitari Matahari; dari pengetahuan Bumi mengitari Matahari, banyak hal-hal yang telah diungkap tentang alam semesta ini, sekaligus menjadi landasan untuk mencari jawab atas banyak hal yang belum bisa dijawab pada saat ini.
Global Warming
Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?
Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?
Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini.
Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak, dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca).
Tiga puluh tahun kemudian, bapak Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut yang akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca, seperti yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.
Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan membuat perhitungan yang lebih baik untuk menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan Temperatur. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.
Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti, sebut saja, perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, dengan atmosfer menyimpan lebih banyak uap air, dan menyimpan lebih banyak panas, memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.
Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 – yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C.
Lalu, jika memang terjadi pemanasan, sebagaimana disebut; yang kemudian dikenal sebagai pemanasan global, (atau dalam istilah populer bahasa Inggris, kita sebut sebagai Global Warming): Apakah merupakan fenomena alam yang tidak terhindarkan? Atau ada suatu sebab yang signfikan, sehingga menjadi ‘populer’ seperti sekarang ini? Apakah karena Al Gore dengan filmnya “An Inconvenient Truth” yang mempopulerkan global warming? Tentunya tidak sesederhana itu.
Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan adanya pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan global (Gb.1).
Dari gambar terlihat bahwa karbon-dioksida adalah penyumbang utama gas kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa lalu (paleoklimatologi), dimana selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun), kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.
Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 – 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb – 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global.
Kontribusi antropogenik pada aerosol (sulfat, karbon organik, karbon hitam, nitrat and debu) memberikan efek mendinginkan, tetapi efeknya masih tidak dominan dibanding terjadinya pemanasan, disamping ketidakpastian perhitungan yang masih sangat besar. Demikian juga dengan perubahan ozon troposper akibat proses kimia pembentukan ozon (nitrogen oksida, karbon monoksida dan hidrokarbon) berkontribusi pada pemanasan global. Kemampuan pemantulan cahaya Matahari (albedo), akibat perubahan permukaan Bumi dan deposisi aerosol karbon hitam dari salju, mengakibatkan perubahan yang bervariasi, dari pendinginan sampai pemanasan. Perubahan dari pancaran sinar Matahari (solar irradiance) tidaklah memberi kontribusi yang besar pada pemanasan global.
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa memang manusia yang berperanan bagi nasibnya sendiri, karena pemanasan global terjadi akibat perbuatan manusia sendiri. Lalu bagaimana dampak Global Warming bagi kehidupan? Alur waktu prediksi dan dampak dari perspektif sains dapat dibaca pada bagian kedua tulisan ini.
Bagaimana Bentuk Jagad Raya?
Yang ingin tahu bentuk Jagad Raya atau Alam Semesta ini bukan cuma kamu loh. Para astronom pun ingin tahu seperti apa alam semesta kita ini.
Berdasarkan pengamatan, dalam skala besar, alam semesta berada dalam keadaan homogen dan isotropi serta pengamat tidak berada pada posisi yang istimewa di alam semesta. Homogen memberi arti dimanapun pengamat berada di alam semesta ia akan mengamati hal yang sama. Sedangkan isotropi artinya ke arah manapun pengamat memandang ia akan melihat hal yang sama. Dengan demikian tidak ada tempat istimewa di alam semesta. Model ini menyatakan bahwa alam semesta seharusnya mengembang dalam jangka waktu berhingga, dimulai dari keadaan yang sangat panas dan padat.
Nasib alam semesta sendiri ditentukan oleh pertarungan antara momentum pemuaian dan gaya tarik gravitasi. Laju pemuaian alam semesta ini dinyatakan oleh konstanta Hubble H0, sedangkan besarnya gravitasi ditentukan oleh kerapatan dan tekanan materi di alam semesta. Jika tekanan materi rendah, seperti halnya terjadi pada sebagian besar bentuk materi, maka nasib alam semesta akan ditentukan oleh kerapatan. Nilai kerapatan sangat berperan penting untuk menentukan bentuk alam semesta jika dibandingkan dengan kerapatan kritis. Apakah kerapatan alam semesta lebih besar, sama atau kurang dari kerapatan kritis akan ikut menentukan nasib alam semesta.
Ada tiga kemungkinan umum dari “bentuk alam semesta”.
Pertama, alam semesta seperti balon. Alam semesta akan memiliki kurvatur positif seperti bola. Untuk kasus seperti ini para astronom menyebutkan alam semesta tertutup yang artinya, alam semesta akan memiliki ukuran terbatas tapi tidak memiliki batasan. Sama seperti balon yang sebenarnya ukurannya terbatas tapi kamu bisa meniupnya sampai sebesar yang kamu suka. Seandainya kamu mengendarai pesawat luar angkasa sejauh mungkin ke satu arah maka kamu akan menemukan dirimu kembali pada titik yang sama. Dalam alam semesta tertutup, kerapatan alam semesta lebih besar dari kerapatan kritis sehingga suatu saat alam semesta akan berhenti mengembang dan kemudian mengalami keruntuhan terhadap dirinya sendiri yang disebut Big Cruch.
Kemungkinan kedua adalah alam semesta datar yang memiliki kurvatur nol. Alam semesta ini seperti sepotong kertas atau bisa digambarkan juga seperti potongan bahan balon yang bisa ditarik. Dalam alam semesta datar, kerapatan alam semesta sama dengan kerapatan kritis. Tapi tidak berarti alam semesta ini tidak bisa memuai. Alam semesta datar juga bisa memuai selamanya tapi laju pemuaiannya mendekati nol.
Kemungkinan ketiga adalah alam semesta terbuka atau alam semesta yang memiliki kurvatur negatif. Kalau digambarkan ia akan tampak seperti bentuk pelana. Pada alam semesta terbuka, kerapatan alam semesta lebih kecil dari kerapatan kritisnya dan alam semesta akan memuai selamanya dan yang menarik, laju pemuaiannya tidak akan pernah mendekati nol.
Dari ketiga model tersebut mana yang mendekati?
Wahana WMAP (Wilkinson Microwave Anisotropy Probe) yang memetakan alam semesta menunjukkan semesta kita memiliki model alam semesta datar.
Hasil pengamatan juga menunjukkan kalau alam semesta memuai dipercepat dengan area terluar bergerak menjauh dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Tapi bukankah dalam alam semesta datar laju pemuaiannya mendekati nol?
Alam semesta datar memang bisa memuai selamanya tapi tidak dengan kecepatan seperti itu. Karena itu para astronom menduga keberadaan energi gelap yang mendorong galaksi untuk saling menjauh.
Ada apa di luar alam semesta ?
Jawabannya tidak diketahui ada apa di luar alam semesta. Tapi perlu diingat, ruang dan waktu dimulai ketika terjadi Dentuman Besar aka Big Bang karena itu tidak ada apapun sebelum Big Bang. Artinya tidak ada apapun di luar alam semesta.
Dalam alam semesta datar, alam semesta memang memuai selamanya. Tapi, usia alam semesta pun terbatas sehingga secara teknis pengamat hanya bisa mengamati volum terbatas dari alam semesta. Kesimpulannya alam semesta jauh lebih besar dari alam semesta yang sudah teramati.
Dimana Posisi Awal dan Pusat Alam Semesta?
Ledakan bigbang pasti mempunyai awal posisi, dimana posisi, dilangit bagian mana awal ledakan bigbang itu terjadi.
Saya operator pt,tp sejak dulu suka dgn astronomi.saya mau tanya,apakah ilmuwan pernah mempelajari dimanakah pusat jagad raya.trimakasih
Heryfida – Jakarta & Widianto – Bekasi
Dimana Big Bang atau Dentuman Besar terjadi? dimana awal alam semesta itu? Pertanyaan yang satu ini sering kali dimulai dengan asumsi bahwa ketika Big Bang atau Dentuman Besar terjadi pastinya terjadi di suatu titik di alam semesta. Dan apakah para astronom mempelajarinya?
Hasil pengamatan menunjukkan kalau alam semesta memuai. Pemuaiannya dimulai dari keadaan alam semesta yang sangat panas dan padat yang kemudian mencapai kondisinya sekarang dimana alam semesta tidak lagi sepanas dulu dan tidak lagi sekecil dulu. Teori yang menggambarkan evolusi awal alam semesta inilah yang kita kenal sebagai Big Bang atau Dentuman Besar atau Ledakan Besar.
Dan dalam bayangan kita, tentunya ketika Big Bang atau Dentuman Besar atau bisa juga diartikan Ledakan Besar terjadi maka ia akan seperti ledakan sebuah bom yang kemudian melepaskan materi kemana-mana dan dimulailah pemuaian alam semesta.
Akibat dari terjadinya Big Bang memang terjadi pemuaian dan semua yang ada di alam semesta itu kemudian bergerak menjauh satu sama lainnya. Jadi dimanakah awal alam semesta itu? atau kita sederhanakan dimana pusat alam semesta ?
Memahami Big Bang
Ada satu pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu. Apakah Big Bang memang sebuah ledakan seperti ledakan bom yang punya satu titik awal?
Sebenarnya ada sedikit kesalahpahaman terkait pemahaman Big Bang atau Dentuman Besar atau Ledakan Besar ini. Teorinya tentang evolusi alam semesta memang benar dan sudah dikonfirmasi oleh pengamatan tapi… penamaan teori ini justru memicu salah kaprah! Karena sebenarnya Big Bang atau Dentuman Besar atau Ledakan Besar itu bukan sebuah ledakan kosmik raksasa di alam semesta!
Berdasarkan teori kosmologi standar, alam semesta dimulai dengan “Big Bang” 13,75 milyar tahun lalu dan memuai semenjak saat itu. Dan ini bukan karena sebuah ledakan kosmik.
Big Bang tidak dimulai di satu lokasi melainkan di semua lokasi di alam semesta. Jadi, Big Bang merupakan peristiwa mengembangnya alam semesta dari plasma yang sangat panas dan padat menjadi alam semesta yang kita kenal sekarang. Dan….. peristiwa memuainya alam semesta tidak terjadi di satu titik tertentu atau di lokasi tertentu di alam semesta.
Big Bang terjadi di semua tempat. Ia terjadi di tempat kamu berada sekarang tapi ia juga terjadi di galaksi lain yang sangat jauh dari Bimasakti yang sedang bergerak menjauh dari kita.
Artinya lagi, alam semesta tidak memiliki pusat dan tidak memiliki posisi awal, karena pada saat Big Bang itulah awal dari ‘ruang dan waktu’, awal dari x,y,z=0 dan t=0. Artinya tidak ada tempat yang khusus dan istimewa di dalam alam semesta.
Di tahun 1929, Edwin Hubble melakukan pengukuran kecepatan galaksi pada jarak yang berbeda-beda dari pengamat di Bumi dan ia menemukan kalau galaksi-galaksi itu bergerak menjauh. Akibatnya mungkin buat pengamat, alam semesta sedang memuai dan pengamat di Bumi adalah pusatnya. Tapi ketika ada pengamat lain di galaksi lain melihat gerak galaksi, ia pun akan menemukan hal yang sama yaitu galaksi-galaksi bergerak menjauh darinya. Dan hal yang sama akan dilihat oleh pengamat di semua tempat di manapun di alam semesta.
Pemuaian Alam Semesta & Model Alam Semesta Balon
Kalau alam semesta tidak memiliki pusat, bagaimana alam semesta bisa dikatakan memuai? Ia memuai terhadap apakah? Bukankah harus ada titik dimana kita bisa mengatakan sesuatu itu memuai?
Sekarang bayangkan alam semesta dalam model 2 dimensi. Bayangkan permukaan balon sebagai alam semesta dua dimensi. Dan berilah titik-titik hitam dengan spidol di permukaannya dan anggaplah titik-titik ini adalah galaksi. Balon yang kita bayangkan ini juga bulat sempurna dan tidak ada titik istimewa atau “area tiupan” dimanapun di permukaan balon tersebut. Lupakan bahwa balon ini ada yang meniup maupun detil bagaimana balon itu bisa mengembang tanpa ditiup.
Yang terutama disini adalah permukaan balon dalam dua dimensi.
Sekarang bayangkan juga balon itu mulai memuai menjadi semakin besar dan terus membesar. Galaksi dalam model alam semesta seperti ini hanya ada di permukaan dan makhluk hidup yang ada di permukaan alam semesta ini hanya bisa bergerak di sekeliling permukaan. Hanya bergerak kiri – kanan, depan – belakang tapi tidak ke atas dan bawah. Karena jika bergerak ke atas dan bawah artinya ia meninggalkan alam semesta.
Dengan mengembangnya balon, maka titik-titik hitam yang sudah digambarkan di permukaan balon itu akan ikut mengembang dan jarak antar titik pun akan saling menjauh satu sama lainnya. Dan.. makhluk hidup di alam semesta 2D ini akan bisa mengukur pemuaiannya dan juga jarak antar galaksi yang semakin hari semakin besar.
Jika demikian, dimanakah titik pusat pemuaian atau titik awal mengembangnya balon?
Jawabannya, tidak dimanapun. Tidak ada satu titik pun di balon yang merupakan titik atau lokasi istimewa dibanding titik atau lokasi lainnya. Semuanya lokasi sama dan pemuaian terjadi di semua tempat sehingga tidak ada satu tempat pun di balon yang bisa disebut titik pusat.
Dan jika kita kembali ke masa lalu sebelum balon mengembang, maka kondisi balon pada masa itu masih kecil dan semua titik di balon berada pada jarak yang sangat dekat satu sama lainnya demikian juga semua materi di permukaan balon itu berada berdekatan. Kalau diimplikasikan dengan alam semesta kita maka di masa lalu, alam semesta itu kecil dan padat. Dari sanalah kemudian balon mengembang menjadi besar seperti halnya alam semesta yang juga mengembang menjadi sangat besar.
Semua titik di alam semesta kemudian ikut mengembang mejadi seperti yang kita lihat sekarang. Tidak ada apapun di dalam alam semesta yang memuai ini yang bukan bagian dari apa yang ada di permukaan alam semesta ketika masih kecil dan padat. Yang terjadi semua yang ada dulu itu mengembang jadi besar dan menjauh satu sama lainnya.
Inilah yang terjadi dengan alam semesta kita. Di masa lalu, alam semesta kecil, panas dan padat. Ia kemudian memuai menjadi alam semesta yang lebih besar, dingin dan jarak antar galaksi dan materi di dalamnya pun semakin menjauh satu sama lainnya.
Sama seperti balon tidak ada lokasi istimewa yang jadi pusat, alam semesta kita juga homogen dan isotropis dan pengamat tidak berada pada posisi yang istimewa di alam semesta yang bisa kita sebuat sebagai posisi awal atau pusat dari alam semesta.
Inilah Big Bang yang sebenarnya. Ia bukan sebuah peristiwa ledakan kosmik dan teori Big Bang memang tidak terlalu sesuai dengan namanya.
…. Jadi…
Teori Big Bang menggambarkan evolusi awal alam semesta dari kondisi yang sangat panas dan padat dimana semuanya merupakan sup partikel fundamental ke suatu keadaaan yang kita lihat sekarang yang penuh dengan bintang dan galaksi, materi gelap di sekitar galaksi, dan energi gelap yang juga menyebar dimana-mana. Tapi semua itu tidak bergerak menjauh dari satu titik melainkan semuanya bersama-sama bergerak saling menjauh.
Dan berdasarkan radiasi kosmik gelombang mikro latar belakang yang sama di seluruh penjuru langit, mendukung pernyataan bahwa gas yang mengimiskan radiasi tsb terdistribusi secara seragam di seluruh penjuru alam semeta. Jika Big Bang sebuah ledakan (di dalam ruang), tentunya distribusi temperatur akan berbeda, sebagai pertanda terjadinya ledakan.
Jadi alam semesta tidak memiliki pusat dan titik awal melainkan Big Bang terjadi di semua tempat.
Sejarah Bumi
Bumi tempat segenap makhluk hidup termasuk manusia telah terbentuk
kira-kira 4 600 000 000 tahun lalu bersamaan dengan planet-planet lain
yang membentuk tatasurya dengan matahari sebagai pusatnya.
Sejarah
kehidupan di bumi baru dimulai sekitar 3.500.000.000 tahun lalu dengan
munculnya micro-organisme sederhana yaitu bakteri dan ganggang. Kemudian
pada 1.000.000.000 tahun lalu baru muncul organisme bersel banyak.
Pada sekitar 540.000.000 tahun lalu secara bertahap kehidupan yang
lebih komplek mulai berevolusi.Perkembangan perubahan tetumbuhan diawali
oleh Pteridofita (tumbuhan paku), Gimnosperma (tumbuhan berujung) dan
terakhir Angiosperma (tumbuhan berbunga). Sedangkan perkembangan dan
perubahan hewan dimulai dari invertebrata, ikan, amfibia, reptilia,
burung dan terakhir mamalia, kemudian terakhir kali muncul
manusia.….. dibawah Kalender Geologi dapat dilihat seperti ini :Masa
Arkeozoikum dan Paleozoikum/Proterozoikum bersama-sama dikenal sebagai
masa Pra-Kambrium.
Masa Arkeozoikum
Arkeozpoikum artinya Masa Kehidupan Purba.berlansung kira-kira 4,5 – 2,5 milyar tahun lalu. Masa Arkeozoikum (Arkean) merupakan masa awal pembentukan batuan kerak bumi yang kemudian berkembang menjadi protokontinen. Batuan masa ini ditemukan di beberapa bagian dunia yang lazim disebut kraton/perisai benua. Coba perhatikan, masa ini adalah masa pembentukan kerakbumi. Jadi kerakbumi terbentuk setelah pendinginan bagian tepi dari “balon bumi” (bakal calon bumi). Plate tectonic / Lempeng tektonik yang menyebabkan gempa itu terbentuk pada masa ini. Lingkungan hidup mas itu tentunya mirip dengan lingkungan disekitar mata-air panas. Batuan tertua tercatat berumur kira-kira 3.800.000.000 tahun. Masa ini juga merupakan awal terbentuknya Indrosfer dan Atmosfer serta awal muncul kehidupan primitif di dalam samudera berupa mikro-organisma (bakteri dan ganggang). Fosil tertua yang telah ditemukan adalah fosil Stromatolit dan Cyanobacteria dengan umur kira-kira 3.500.000.000 tahun.
Arkeozpoikum artinya Masa Kehidupan Purba.berlansung kira-kira 4,5 – 2,5 milyar tahun lalu. Masa Arkeozoikum (Arkean) merupakan masa awal pembentukan batuan kerak bumi yang kemudian berkembang menjadi protokontinen. Batuan masa ini ditemukan di beberapa bagian dunia yang lazim disebut kraton/perisai benua. Coba perhatikan, masa ini adalah masa pembentukan kerakbumi. Jadi kerakbumi terbentuk setelah pendinginan bagian tepi dari “balon bumi” (bakal calon bumi). Plate tectonic / Lempeng tektonik yang menyebabkan gempa itu terbentuk pada masa ini. Lingkungan hidup mas itu tentunya mirip dengan lingkungan disekitar mata-air panas. Batuan tertua tercatat berumur kira-kira 3.800.000.000 tahun. Masa ini juga merupakan awal terbentuknya Indrosfer dan Atmosfer serta awal muncul kehidupan primitif di dalam samudera berupa mikro-organisma (bakteri dan ganggang). Fosil tertua yang telah ditemukan adalah fosil Stromatolit dan Cyanobacteria dengan umur kira-kira 3.500.000.000 tahun.
Paleozoikum (Bahasa Yunani: palaio, "tua" dan zoion, "hewan", berarti
"kehidupan purba") adalah era pertama dari tiga era pada eon
Fanerozoikum. Paleozoikum atau sering pula disebut sebagai zaman primer
atau zaman hidup tua berlangsung selama 340 juta tahun yaitu kurang
lebih 590 sampai 250 juta tahun yang lalu, dan dibagi menjadi enam
periode, berturut-turut dari yang paling tua: Kambrium, Ordovisium,
Silur, Devon, Karbon, dan Perm. Paleozoikum dilanjutkan dengan era
Mesozoikum. Secara geologis, Paleozoic dimulai tidak lama setelah
pecahnya sebuah superbenua disebut Pannotia pada akhir global zaman es.
Sepanjang awal Paleozoic, daratan bumi dipecah menjadi benua - benua
yang relatif kecil. Dan menjelang akhir zaman, benua-benua berkumpul
bersama-sama ke superbenua yang disebut Pangea, yang mencakup sebagian
besar wilayah daratan Bumi. Masa Proterozoikum merupakan awal
terbentuknya hidrosfer dan atmosfer. Pada masa ini kehidupan mulai
berkembang dari organisme bersel tunggal menjadi bersel banyak
(enkaryotes dan prokaryotes). Makhluk hidup yang muncul pada zaman ini
seperti mikro organisme, ikan, ampibi, reptil dan binatang yang tidak
bertulang punggung. Masa Arkeozoikum dan Proterozoikum bersama-sama
dikenal sebagai masa Pra-Kambrium.
Jaman Kambrium (590-500 juta tahun lalu)
Kambrium berasal dari kata “Cambria” nama latin untuk daerah Wales di
Inggeris sana, dimana batuan berumur kambrium pertama kali
dipelajari. Banyak hewan invertebrata mulai muncul pada zaman Kambrium.
Hampir seluruh kehidupan berada di lautan. Hewan zaman ini mempunyai
kerangka luar dan cangkang sebagai pelindung. Fosil yang umum dijumpai
dan penyebarannya luas adalah, Alga, Cacing, Sepon, Koral, Moluska,
Ekinodermata, Brakiopoda dan Artropoda (Trilobit). Sebuah daratan yang
disebut Gondwana (sebelumnya pannotia) merupakan cikal bakal Antartika,
Afrika, India, Australia, sebagian Asia dan Amerika Selatan. Sedangkan
Eropa, Amerika Utara, dan Tanah Hijau masih berupa benua-benua kecil
yang terpisah.
Jaman Ordovisium (500 – 440 juta tahun lalu)
Zaman Ordovisium dicirikan oleh munculnya ikan tanpa rahang (hewan
bertulang belakang paling tua) dan beberapa hewan bertulang belakang
yang muncul pertama kali seperti Tetrakoral, Graptolit, Ekinoid (Landak
Laut), Asteroid (Bintang Laut), Krinoid (Lili Laut) dan Bryozona. Koral
dan Alaga berkembang membentuk karang, dimana trilobit dan Brakiopoda
mencari mangsa. Graptolit dan Trilobit melimpah, sedangkan Ekinodermata
dan Brakiopoda mulai menyebar. Meluapnya Samudra dari Zaman Es merupakan
bagian peristiwa dari zaman ini. Gondwana dan benua-benua lainnya mulai
menutup celah samudera yang berada di antaranya.
Jaman Silur (440 – 410 juta tahun lalu)
Zaman silur merupakan waktu peralihan kehidupan dari air ke darat.
Tumbuhan darat mulai muncul pertama kalinya termasuk Pteridofita
(tumbuhan paku). Sedangkan Kalajengking raksasa (Eurypterid) hidup
berburu di dalam laut. Ikan berahang mulai muncul pada zaman ini
dan banyak ikan mempunyai perisai tulang sebagai pelindung. Selama zaman
Silur, deretan pegunungan mulai terbentuk melintasi Skandinavia,
Skotlandia dan Pantai Amerika Utara.
Jaman Devon (410-360 juta tahun lalu)
Zaman Devon merupakan zaman perkembangan besar-besaran jenis ikan dan
tumbuhan darat. Ikan berahang dan ikan hiu semakin aktif sebagai
pemangsa di dalam lautan. Serbuan ke daratan masih terus berlanjut
selama zaman ini. Hewan Amfibi berkembang dan beranjak menuju
daratan. Tumbuhan darat semakin umum dan muncul serangga untuk pertama
kalinya. Samudera menyempit sementara, benua Gondwana menutupi Eropa,
Amerika Utara dan Tanah Hijau (Green Land).
Jaman Karbon (360 – 290 juta tahun lalu)
Reptilia muncul pertama kalinya dan dapat meletakkan telurnya di luar
air. Serangga raksasa muncul dan ampibi meningkat dalam jumlahnya. Pohon
pertama muncul, jamur Klab, tumbuhan ferm dan paku ekor kuda tumbuh di
rawa-rawa pembentuk batubara. Pada zaman ini benua-benua di muka bumi
menyatu membentuk satu masa daratan yang disebut Pangea, mengalami
perubahan lingkungan untuk berbagai bentuk kehidupan. Di belahan bumi
utara, iklim tropis menghasilkan secara besar-besaran, rawa-rawa yang
berisi dan sekarang tersimpan sebagai batubara.
Jaman Perm (290 -250 juta tahun lalu)
“Perm” adalah nama sebuah propinsi tua di dekat pegunungan Ural,
Rusia. Reptilia meningkat dan serangga modern muncul, begitu juga
tumbuhan konifer dan Grikgo primitif. Hewan Ampibi menjadi kurang begitu
berperan. Zaman perm diakhiri dengan kepunahan micsa dalam skala besar,
Tribolit, banyak koral dan ikan menjadi punah. Benua Pangea bergabung
bersama dan bergerak sebagai satu massa daratan, Lapisan es menutup
Amerika Selatan, Antartika, Australia dan Afrika, membendung air dan
menurunkan muka air laut. Iklim yang kering dengan kondisi gurun pasir
mulai terbentuk di bagian utara bumi.
(Bahasa Yunani: μεσο, meso, "antara" dan ζωον, zoon, "hewan" atau
berarti "hewan pertengahan") adalah salah satu dari tiga era geologi
pada eon Fanerozoikum. Mesozoikum atau sering pula disebut sebagai zaman
sekunder atau zaman hidup pertengahan berlangsung kurang lebih selama
180 juta tahun, antara 251 hingga 65 juta tahun yang lalu. Era ini
dibagi menjadi tiga periode: Trias, Jura, dan Kapur. Pembagian waktu
menjadi era ini diawali oleh Giovanni Arduino pada abad ke-18, walaupun
nama asli yang diberikannya untuk Mesozoikum adalah Sekunder (menjadikan
era modern menjadi Tersier). Era yang berlangsung antara Paleozoikum
dan Kenozoikum ini sering pula disebut Zaman Kehidupan Pertengahan atau
Zaman Dinosaurus / reptil, mengikuti nama fauna yang dominan pada masa
itu. Mesozoikum ditandai dengan aktivitas tektonik, iklim, dan evolusi.
Benua-benua secara perlahan mengalami pergeseran dari saling menyatu
satu sama lain menjadi seperti keadaannya saat ini. Pergeseran ini
menimbulkan spesiasi dan berbagai perkembangan evolusi penting lainnya.
Iklim hangat yang terjadi sepanjang periode juga memegang peranan
penting bagi evolusi dan diversifikasi spesies hewan baru. Pada akhir
zaman ini, dasar-dasar kehidupan modern terbentuk.
Jaman Trias (250-210 juta tahun lalu)
Gastropoda dan Bivalvia meningkat jumlahnya, sementara amonit menjadi
umum. Dinosaurus dan reptilia laut berukuran besar mulai muncul pertama
kalinya selama zaman ini. Reptilia menyerupai mamalia pemakan daging
yang disebut Cynodont mulai berkembang. Mamalia pertamapun mulai muncul
saat ini. Dan ada banyak jenis reptilia yang hidup di air, termasuk
penyu dan kura-kura. Tumbuhan sikada mirip palem berkembang dan Konifer
menyebar. Benua Pangea bergerak ke utara dan gurun terbentuk. Lembaran
es di bagian selatan mencair dan celah-celah mulai terbentuk di Pangea.
Jaman Jura (210-140 juta tahun lalu)
Pada zaman ini, Amonit dan Belemnit sangat umum. Reptilia meningkat
jumlahnya. Dinosaurus menguasai daratan, Ichtiyosaurus berburu di dalam
lautan dan Pterosaurus merajai angkasa. Banyak dinosaurus tumbuh dalam
ukuran yang luar biasa. Burung sejati pertama (Archeopterya) berevolusi
dan banyak jenis buaya berkembang. Tumbuhan Konifer menjadi umum,
sementara Bennefit dan Sequola melimpah pada waktu ini.Pangea terpecah
dimana Amerika Utara memisahkan diri dari Afrika sedangkan Amerika
Selatan melepaskan diri dari Antartika dan Australia. Jaman ini
merupakan jaman yang paling menarik anak-anak setelah difilmkannya
Jurrasic Park.
Jaman Kapur (140-65 juta tahun lalu)
Banyak dinosaurus raksasa dan reptilia terbang
hidup pada zaman ini.Mamalia berari-ari muncul pertama kalinya. Pada
akhir zaman ini Dinosaurus, Ichtiyosaurus, Pterosaurus, Plesiosaurus,
Amonit dan Belemnit punah. Mamalia dan tumbuhan berbunga mulai
berkembang menjadi banyak bentuk yang berlainan.Iklim sedang mulai
muncul. India terlepas jauh dari Afrika menuju Asia.Jaman ini adalah
jaman akhir dari kehidupan biantang-binatang raksasa.
Masa Kenozoikum / Neozoikum
The Kenozoikum (juga Cænozoic atau Cainozoic) (yang berarti
"kehidupan baru" (Yunani καινός (kainos), "baru", dan ζωή (Zoe),
"hidup"). Neozoikum atau zaman hidup pertengahan dibagi menjadi menjadi
dua zaman, yaitu zaman Tersier dan zaman Kuartier. Zaman Tersier
berlangsung sekitar 60 juta tahun. Zaman ini ditandai dengan
berkembangnya jenis binatang menyusui. Sementara itu, Zaman Kuartier
ditandai dengan munculnya manusia sehingga merupakan zaman terpenting.
Zaman ini kemudian dibagi lagi menjadi dua zaman, yaitu zaman Pleitosen
dan Holosin. Zaman Pleitosen (Dilluvium) berlangsung kira-kira 600.000
tahun yang ditandai dengan adanya manusia purba.
Zaman Tersier (65 – 1,7 juta tahun lalu)
Pada zaman tersier terjadi perkembangan jenis kehidupan seperti
munculnya primata dan burung tak bergigi berukuran besar yang menyerupai
burung unta, sedangkan fauna laut sepert ikan, moluska dan
echinodermata sangat mirip dengan fauna laut yang hidup sekarang.
Tumbuhan berbunga pada zaman Tersier terus berevolusi menghasilkan
banyak variasi tumbuhan, seperti semak belukar, tumbuhan merambat dan
rumput.
Pada
zaman Tersier – Kuarter, pemunculan dan kepunahan hewan dan tumbuhan
saling berganti seiring dengan perubahan cuaca secara global
Zaman Kuarter (1,7 juta tahun lalu – sekarang)
Zaman Kuarter terdiri dari kala Plistosen dan Kala Holosen.
Zaman Pleitocen/Dilluvium
Berlangsung kira-kira 600.000 tahun yaitu mulai sekitar 1,7 juta tahun
yang lalu dan berakhir pada 10.000 tahun yang lalu Zaman pleistosen
ditandai dengan meluasnya lapisan es di kedua kutub Bumi (zaman glacial)
dan diseling dengan zaman ketika es kembali mencair (zaman
interglacial). Keadaan ini silih berganti selama zaman pleistosin sampai
empat kali. Di daerah tropika zaman glacial ini berupa zaman hujan
(zaman pluvial) yang diseling dengan zaman kering (interpluvial). Pada
zaman glacial permukaan air laut telah menurun dengan drastis sehingga
hanyak dasar laut yang kering menjadi daratan. sebagian besar Eropa,
Amerika utara dan Asia bagian utara ditutupi es, begitu pula Pegunungan
Alpen, Pegunungan Cherpatia dan Pegunungan Himalaya. Di antara 4 jaman
es ini terdapat jaman Intra Glasial, dimana iklim bumi lebih hangat. Di
Indonesia bagian barat dasar laut yang mengering itu disebut Dataran
Sunda, sedangkan di Indonesia bagian timur disebut Dataran Sahul.
Dataran Sunda telah menyebabkan kepulauan Indonesia bagian barat menjadi
satu dengan Benua Asia, sedangkan Dataran Sahul telah pula
menghubungkan kepulauan Indonesia bagian timur dengan Benua Australia.
Itulah sebabnya fauna dan flora Indonesia barat mirip dengan fauna dan
flora Asia dan sebaliknya fauna dan flora Indonesia timur mirip dengan
Australia. Manusia yang hidup zaman pleistosin adalah spesies homo
erectus, yang menjadi pendukung kebudayaan batu tua (Palaeolithicum).
Zaman Holocen/Alluvium
Berlangsung kira-kira 20.000 tahun yang lalu dan terus berkembang
sampai dewasa ini. Pada zaman ini ditandai dengan munculnya manusia
jenis Homo Sapiens yang memiliki ciri-ciri seperti manusia sekarang
(Manusia yang cerdas serta Modern yang mempunyai peradaban baru).
- Sebelum zaman es, wilayah Indonesia bagian barat bersatu dengan daratan Asia, wilayah Indonesia bagian timur bersatu dengan daratan Australia
- Pada zaman es, wilayah Indonesia dipisahkan oleh lautan dengan Asia ataupun Australia.
- Bekas daratan yang menghubungkan Indonesia Barat dan Asia dinamakan Paparan Sunda (Sunda Plat).
- Bekas daratan yang menghubungkan Indonesia Timur dan Australia dinamkan Paparan Sahul (Sahul Plat).
- Daerah lautan yang memisahkan kedua paparan tersebut disebut Zona Wallace.
Catatan kaki
1.
Ahli paleontologi sering lebih merujuk pada tahapan fauna daripada
periode geologi. Tatanama tahapan cukup rumit, lihat The Paleobiology
Database.
2.
Perakitan Pangea menciptakan keringan yang besar didaerah pedalaman.
turunnya permukaan air laut, peningkatan karbon dioksida dan memburuknya
iklim umum,,berpuncak pada kehancuran yang biasa disebut dengan
kepunahan Permian.
3.
Tanggal-tanggal agak tidak pasti dengan perbedaan beberapa persen
antara beberapa sumber. Hal ini terutama disebabkan oleh ketidakpastian
dalam penanggalan radiometri dan masalah bahwa kandungan bahan yang
layak untuk bahan penanggalan radiometri sangat sedikit tersedia pada
lokasi kolom geologi yang sesuai, yang membuat kandungan tersebut sangat
berguna. Waktu dan galat yang dikutip di tabel ini didasarkan pada
skala waktu International Commission on Stratigraphy tahun 2004. Waktu
yang ditandai dengan * menunjukkan suatu batas Global Boundary
Stratotype Section and Point yang telah disepakati secara
internasional.
4.
Pada awalnya Kenozoikum dibagi menjadi sub-era Kuarter dan Tersier
serta periode Neogen dan Paleogen. Namun, International Commission on
Stratigraphy belakangan memutuskan untuk menghentikan pengajuan istilah
Kuarter dan Tersier dalam tatanama formal.
5. Waktu awal kala Holosen di sini dinyatakan sebagai 11,430 tahun yang lalu ± 130 tahun (yaitu, antara 9610 SM dan 9350 SM).
6. Prakambrium juga dikenal dengan nama Kriptozoikum.
7. Proterozoikum, Arkean, dan Hadean secara kolektif sering disebut Proterozoikum atau Kriptozoikum.
8.
Walaupun umum digunakan, Hadean bukanlah suatu eon formal dan tidak ada
batas bawah Arkean yang telah disepakati. Hadean kadang juga disebut
Priscoan atau Azoikum. Kadang, Hadean juga dibagi menurut skala waktu
geologi bulan. Era-era ini termasuk Cryptic
Daftar pustaka
Integrated science concepts
^ "Pamela JW Gore, "The Precambrian". Retrieved on 12/3/12." .
http://gpc.edu/~pgore/geology/geo102/precamb.htm . ^ "Pamela JW Gore," The Prakambrium ". Diakses pada 12/3/2012.".
Http://gpc.edu/ ~ pgore/geology/geo102/precamb.html.
http://www.geology.wisc.edu/zircon/zircon_home.html
^ Zircons adalah Forever "Zircons adalah Forever".
Http://www.geology.wisc.edu/zircon/zircon_home.html
^
Geological Society of America's "2009 GSA Geologic Time Scale." ^
Geological Society of America's "2009 GSA geologi Sisa Skala."
Bleeker,
W. [2004]. "Toward a "natural" Precambrian time scale", in Felix M.
Gradstein, James G. Ogg, and Alan G. Smith: A Geologic Time Scale 2004.
Cambridge University Press. ISBN 0-521-78673-8.
James Monroe and Reed Wicander, The Changing Earth, 2nd ed, (Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1997)
Semua
artikel ini dilindungi oleh Hak Cipta, boleh anda copy paste asalkan
disertai dengan sumber dengan meminta ijin terlebih dahulu.
Langganan:
Postingan (Atom)