Minggu, 19 Mei 2013

Terdekat dalam 2 Abad,Asteroid Besar Melintasi Bumi Akhir bulan Mei Ini

Sebuah asteroid berukuran besar akan melintasi Bumi akhir bulan ini, tepatnya pada 31 Mei 2013. Jarak yang terdekat, setidaknya dalam dua abad mendatang.

Asteroid 1998 QE2 memiliki panjang 1,7 mil atau sekira 2,7 kilometer. Namun, tak perlu khawatir, batu angkasa itu akan melintas dalam jarak relatif aman, sekitar 5,8 juta km dari planet manusia. Sekitar 15 kali jarak yang memisahkan Bumi dan Bulan.

Namun, jarak lintasan yang masuk kategori dekat itu tetap saja dramatis bagi para astronom. Para pengamat langit profesional berencana menggunakan dua teleskop radar besar --- Goldstone berukuran 70 meter milik NASA yang ada di California dan teleskop berukuran 305 meter di Observatorium Arecibo di Puerto Rico -- untuk mendapatkan tampilan terbaik 1998 QE2.

"Kapanpun asteroid melintas sedekat ini, itu memberikan peluang ilmiah untuk mempelajarinya secara detil, untuk mengetahui ukuran, bentuk, rotasi, fitur permukan, dan juga asal-usulnya," kata Lance Benner, peneliti utama untuk pengamatan radar Goldstone di Laboratorium Jet Propulsion NASA di Pasadena, California, seperti dimuat SPACE.com, Jumat 17 Mei 2013.

"Kami juga menggunakan pengukuran radar terbaru terkait jarak dan kecepatan sebuah asteroid, untuk meningkatkan kalkulasi kami soal orbitnya dan memperhitungkan pola gerakannya di masa depan," tambah Benner.

 
Terkait Ratu Elizabeth II?
Asteroid 1998 QE2 ditemukan pada Agustus 1998 oleh para astronom yang bekerja untuk program Lincoln Near Earth Asteroid Research (LINEAR) MIT di New Mexico.

Meski berkode "QE2" nama asteroid tersebut tidak ditujukan sebagai penghormatan pada Ratu Inggris, Elizabeth II, atau kapal Queen Elizabeth 2 yang pensiun 2008 lalu. Melainkan mengikuti skema alfanumerik penamaan asteroid.

Para astronom berencana mempelajari 1998 QE2 secara intensif dari 30 Mei hingga 9 Juni 2013, sebelum dia tercemplung ke kedalaman angkasa luar. Entah kapan kembali muncul. "Sangat menarik untuk melihat gambar rinci tentang asteroid itu untuk pertama kalinya," kata Benner.

Sementara, NASA memimpin upaya global untuk mengidentifikasi asteroid yang berpotensi berbahaya bagi Bumi. Planet kita telah berkali-kali dihantam batuan ruang angkasa, di sepanjang 4,5 miliar tahun sejarahnya. Dinosaurus yang musnah, hutan di Tunguska yang gosong. Bukan tak mungkin bahaya yang sama mengancam.

Baru-baru ini sebuah insiden mengingatkan pada kita semua: betapa rentannya Bumi dari gempuran batu angkasa.

Pada 15 Februari 2013, meteorit selebar 17 meter meledak tanpa peringatan di langit Rusia, hanya beberapa jam sebelum asteroid 2012 DA14 melintas dekat Bumi, dengan jarak hanya 27.000 km

Meteorit Hantam Bulan, Ledakan Dahsyat Terlihat Hingga Bumi



     Permukaan Bulan bertambah 'bopeng'! Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengungkap, meteorit menghantam permukaan Bulan pada Maret lalu. Menciptakan ledakan terbesar yang pernah disaksikan para ilmuwan.

Meteorit menabrak Bulan pada 17 Maret 2013, dengan kecepatan 90.000 kilometer per jam dan menciptakan kawah baru selebar 20 meter. Ledakan yang tercipta bahkan bisa disaksikan dengan mata telanjang manusia yang kebetulan sedang menyaksikan satelit bumi saat itu.

"Pada 17 Maret 2013, obyek yang besarnya mirip batu kecil menabrak permukaan Bulan, tepatnya di Mare Imbrium," kata Bill Cooke, ilmuwan dari Meteoroid Environment Office NASA dalam pernyataannya seperti dimuat SPACE.com. "Ledakannya mengeluarkan sinar, yang 10 kali lebih terang dibanding apapun yang pernah kami saksikan sebelumnya."

Para astronom NASA selama ini telah memonitor Bulan, terutama dalam kaitannya dengan dampak meteor, setidaknya selama 8 tahun terakhir. Dan mereka tak pernah menyaksikan yang sekuat ini.

Meski demikian, para ilmuwan tak menyaksikan dampak tabrakan meteorit itu secara langsung. Hingga Ron Suggs, analis di Pusat Penerbangan Angkasa Luar Marshall di Huntsville, Alabama, mengulas video insiden tersebut yang direkam salah satu teleskop 14 inchi yang digunakan untuk memantau Bulan. "Sangat mengejutkan saking terangnya," kata Suggs.

Para ilmuwan memperkirakan, batu yang menghantam Bulan berukuran lebar 0,3 sampai 0,4 meter. Beratnya mencapai 40 kilogram. Dan ledakan yang dihasilkan sekuat 5 ton bahan peledak TNT.

Mengapa batu kecil bisa membuat Bulan tambah bopeng? Itu karena satelit planet manusia itu tak seberuntung Bumi yang memiliki perisai berupa atmosfer yang kuat.

Program pengawasan NASA telah mendata lebih dari 300 meteor menghantam permukaannya sejak 2005.

Salah satu alasan NASA giat memantau Bulan terkait dengan niatan badan antariksa itu untuk mengirim asteroid kembali ke sana. Demi keselamatan mereka.

Bopeng Bulan Adalah Peringatan!

Penulis buku fiksi sains laris dunia, Greg Bear pernah mengingatkan bahaya batu angkasa untuk Bumi bisa dilihat dari Bulan. "Lihat ke tetangga terdekat kita, Bulan. Ia adalah bukti nyata bahwa Bumi terletak di lingkungan berbahaya," kata dia kepada CNN.

Apa yang tampak dari Bumi dalam bentuk manusia atau kelinci bulan, sejatinya bopeng yang disebabkan peristiwa berskala besar, termasuk gempuran meteorit dan tabrakan asteroid.

Tak hanya itu, pada tahun 1994, Komet Shoemaker-Levy 9 menabrak Yupiter. Hasilnya luar biasa. Tabrakan itu menimbulkan cahaya menakjubkan, yang bisa dilihat melalui teleskop dari Bumi. Dampaknya pun tak main-main, meninggalkan bekas luka bopeng yang gelap di permukaan planet terbesar di tata surya itu.




Sumber: Nasa

Rabu, 15 Mei 2013

Matahari Membludak 3 kali Badai Matahari dalam 24 Jam

 

NASA Badai Matahari kelas 2,8 yang dlontarkan Matahari pada Senin (13/5/2013) pukul 23.09 WIB.



Matahari seperti sedang 'mengamuk". Dalam 24 jam, terhitung sejak Senin (13/3/2013) hingga Selasa (14/5/2013), Matahari telah menghasilkan tiga badai Matahari.

Laporan NASA pada Selasa hari ini menyatakan bahwa badai Matahari tersebut adalah badai terbesar sejak awal 2013 hingga bulan Mei ini. Ketiga badai Matahari itu termasuk dalam kelas X, golongan badai Matahari paling kuat.

Badai Matahari pertama terjadi pada Senin kemarin sekitar pukul 9.17 WIB. Badai pertama termasuk kelas X 1,7. Sementara badai kedua terjadi pada hari yang sama sekitar pukul 23.09 WIB, termasuk kelas 2,8.

Badai Matahari kelas X 2 dua kali lebih besar dari X 1, sedangkan kelas X 3 tiga kali lebih besar dari kelas X 1.

Badai Matahari terkini terjadi Selasa pagi ini sekitar pukul 08.17 WIB. Jika sebelumnya hanya masuk kelas X 1 dan X 2, badai Matahari terkini itu masuk kelas X 3,2. Inilah badai Matahari terbesar tahun 2013.

Fenomena badai Matahari ini terdeteksi oleh satelit Solar Dynamics Observatory (SDO). Sumber badai Matahari sendiri adalah bintik Matahari AR 1748 yang terbentuk seminggu lalu. Bintik ini tak terdeteksi sebelumnya karena terbentuk di sisi Matahari yang tak menghadap Bumi.

NASA menyatakan bahwa badai Matahari tak mengarah ke Bumi sehingga tak akan menimbulkan dampak apa pun.

NASA juga menyatakan bahwa jika pun badai Matahari mengarah ke Bumi tak ada bencana yang akan terjadi. Gangguan yang muncul akibat badai Matahari adalah pada komunikasi. Pada tahun 1989, badai Matahari membuat listrik di wilayah Quebec, Kanada, mati.

Dampak paling serius akibat tiga badai Matahari ini adalah pada komunikasi satelit Spitzer dan wahana Deep Impact. Badai diperkirakan akan sampai di satelit tersebut pada 15 atau 16 Mei 2013 mendatang. NASA berencana untuk menonaktifkan satelit itu sementara.

Badai Matahari, seperti diketahui, berbeda dengan pengertian badai yang terjadi di Bumi. Badai Matahari adalah pancaran gelombang elektromagnetik terkait dengan fenomena Lontaran Massa Korona yang sanggup melemparkan partikel berenergi tinggi dari Matahari ke antariksa.


Sumber :

Senin, 13 Mei 2013

Dalam Tiga Dekade, Wajah Bumi Berubah Drastis


Share:
 


AP Jumeira Palm Island di Dubai 
 Google merilis animasi yang menunjukkan perubahan drastis wajah Bumi dalam tiga dekade. Animasi dibuat berdasarkan data satelit Landsat, bekerja sama dengan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Badan Geologi AS (USGS), dan TIME.

"Hari ini, kita membuka kemungkinan bagi Anda untuk kembali ke masa lalu dan mendapatkan perspektif sejarah bagaimana tentang perubahan Bumi dari masa ke masa," kata Rebecca Moore, manager rekayasa Google, seperti dikutip Daily Mail, Minggu (12/5/2013).

"Bekerja sama dengan USGS, NASA, dan TIME, kami merilis citra Bumi lebih dari seperempat abad yang diambil dari antariksa, untuk kali pertama dikompilasi dalam format time-lapse interaktif. Kami percaya ini ialah citra perubahan Bumi paling lengkap yang bisa dinikmati publik," tambahnya.

Citra pertama menyuguhkan perubahan yang terjadi di Dubai. Pada tahun 1984, wilayah pantai Dubai masih alami. Namun, seiring pengembangan wilayah, kini ada pulau artifisial bernama Pulau Palem di kawasan pantainya. Tampak, wilayah sekitar pantai juga mengalami perkembangan properti pesat.

Dubai

Citra lain menyuguhkan gambaran yang memprihatinkan tentang kondisi Gletser Columbia di Alaska. Es terus menyusut. Di citra lain lagi, disuguhkan perubahan pada gurun-gurun di Arab Saudi yang kini teririgasi oleh air dari lapisan akuifer.


Columbia

Saudi Arabia

Deforestasi menjadi gambaran lain yang disuguhkan. Animasi Google menunjukkan bahwa wilayah hutan Amazon semakin menyusut akibat pembangunan jalan, penebangan, dan konversi hutan menjadi lahan pertanian.

Brazil
Animasi Google juga menunjukkan mengeringnya Danau Urmia di Iran. Pemerintah Iran menunjuk perubahan iklim sebagai penyebabnya. Sementara itu, kritikus Pemerintah Iran mengungkapkan bahwa mengeringnya danau adalah akibat pembangunan dam.


Lake Urmia

Terakhir, animasi Google juga menunjukkan apa yang terjadi di kota-kota besar dunia. Google mengambil contoh Las Vegas. Animasi menyuguhkan gambaran ledakan populasi manusia dan dampaknya pada perubahan wajah kota.


Las Vegas

Animasi mulai digarap tahun 2009 saat Google bekerja sama dengan USGS. Google memilih citra terbaik dari 2.068.467 gambar hasil pencitraan Landsat yang kapasitas totalnya mencapai 909 terabit.

Pihak Google mengungkapkan, animasi yang dirilis tidak hanya mengagumkan. Diharapkan, animasi bisa membuat manusia berpikir tentang apa yang akan terjadi pada Bumi, bagaimana manusia hidup di masa depan, dan apa langkah yang harus dilakukan.


Sumber :

Pemanasan Global Mengancam Separuh Spesies Tumbuhan di Bumi



Lebih dari separuh spesies tumbuhan dan sepertiga spesies hewan akan menciut tempat hidupnya pada tahun 2080 sebagai akibat pemanasan global. Demikian dinyatakan dalam sebuah studi yang diumumkan pada Minggu (12/5/2013).

Peneliti dari University of East Anglia yang melakukan studi meneliti 48.786 spesies hewan dan tumbuhan serta memprediksi bagaimana rentang habitatnya terpengaruh emisi karbon. Menurut riset, 55 persen tumbuhan dan 35 persen hewan akan menciut tempat hidupnya akibat pemanasan global.

Golongan makhluk hidup yang paling terancam adalah amfibi, tumbuhan dan reptil. Sementara, wilayah yang akan mengalami penurunan keanekaragaman hayati paling besar adalah Sahara di Afrika, Amerika Tengah, wilayah sekitar Amazon dan Australia.

Rachel Warren, pimpinan penelitian, mengungkapkan bahwa prediksi tersebut sudah menyertakan kemampuan migrasi hewan untuk tetap bertahan hidup. Namun, studi belum menyertakan faktor bencana alam terkait perubahan iklim yang bisa turut memperparah keadaan.

Warren mengatakan, gejala lain terkait perubahan iklim, seperti badai, kekeringan, banjir, dan hama bisa memperbesar dampak. Keanekaragaman tumbuhan  yang berkurang juga bisa memengaruhi ketahanan hewan.

"Keragaman hewan sendiri akan mengalami penurunan lebih dari prediksi kita karena kekurangan makanan akibat berkurangnya keragaman tumbuhan," kata warren seperti dikutip AFP pada Minggu kemarin.

"Akan ada pula dampak tambahan bagi manusia karena spesies-spesies tersebut penting untuk pemurnian air dan udara, mengontrol banjir, siklus nutrisi dan dan eko turisme," tambah Warren menjelaskan hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change ini.

Dengan emisi saat ini, ilmuwan memprediksi bahwa suhu Bumi akan naik sebesar 4 derajat Celsius pada tahun 2100. Berdasarkan skenario tersebutlah, Warren mengembangkan prediksi yang dipublikasikan di studi ini.

Menurut ilmuwan, bila emisi karbon memuncak pada tahun 2016 dan menurun 3-4 persen per tahun sesudahnya, suhu Bumi pada tahun 2100 akan meningkat  derajat Celsius. Hal ini akan mengurangi dampak pemanasan global hingga 60 persen.

Jika puncak emisi tertunda hingga tahun 2021 dan dikurangi 6 persen per tahun sesudahnya untuk mencapai target 2 derajat Celsius peningkatan suhu, usaha pengurangan emisi yang dibutuhkan akan jauh lebih besar.

Bila emisi memuncak pada tahun 2030 dan dikurangi 5 persen per tahun untuk mengurangi pemanasan hingga hanya 2,8 derajat Celsius, dampak berkurangnya rentang habitat akibat pemanasan global bisa dikurangi hingga 4 persen.   

Peningkatan suhu Bumi sebenarnya diharapkan bisa dibatasi hingga hanya 2 derajat Celsius. Namun, negosiasi antarbangsa yang berlangsung lambat dan emisi yang terus meningkat membuat ilmuwan memprediksi bahwa peningkatan suhu Bumi bisa mencapai 3-4 derajat Celsius pada akhir abad ini.

                                                                                                                                                                                                                                                                
Sumber :
AFP

Jumat, 10 Mei 2013

Gerhana Matahari Baru Akan Teramati Lagi Tahun 2016

Setelah Jumat (10/5/2013), Indonesia baru bisa melihat gerhana Matahari sebagian tiga tahun lagi, alias tahun 2016. Hal ini diungkapkan oleh astronom amatir Ma'rufin Sudibyo dalam percakapan.

Dalam kalender astronomi 2013, memang dinyatakan bahwa fenomena gerhana Matahari akan terjadi 3 November 2013. Namun, Indonesia tak beruntung karena tak bisa menyaksikan gerhana Matahari itu. "Gerhana itu hanya akan terlihat di seputaran Atlantik saja," kata Ma'rufin.
Ilustrasi wilayah yang bisa melihat gerhana Matahari pada 3 November 2013. Gerhana tertinggi terjadi di wilayah bergaris biru. Tampak bahwa Indonesia tidak termasuk dalam wilayah yang bisa mengamati gerhana. Kredit : NASA.

Lokasi yang berpeluang melihat gerhana Matahari total dan sebagian ditentukan berdasarkan wilayah jatuhnya bayang-bayang inti (umbra) dan tambahan (penumbra) Bulan yang menutupi Matahari.

Wilayah yang tertutup umbra akan mengalami gerhana Matahari total sementara wilayah yang tertutup penumbra akan mengalami gerhana Matahari sebagian. Di luar wilayah tersebut, gerhana Matahari takkan bisa disaksikan.

Untuk gerhana Matahari cincin, mekanismenya hampir sama dengan gerhana Matahari total. Hanya saja, jarak Matahari dengan Bumi terlalu jauh sehingga bayang-bayang inti Bulan tak mencapai Bumi.

Ilustrasi terjadinya gerhana Matahari total, cincin, dan sebagian serta penentuan wilayah yang akan bisa mengamatinya.
 
Pada gerhana 3 November 2013 serta tahun 2014 dan 2015, Indonesia tak masuk area cakupan umbra dan penumbra Bulan. Akibatnya, gerhana tak bisa disaksikan oleh penduduknya.

Untuk fenomena gerhana Matahari pada tahun 2014 dan 2015, wilayah yang berpeluang menyaksikan justru sekitar kutub. "Misalnya, gerhana Matahari 29 April 2014 itu ada di Antartika dan sekitarnya. Tanggal 23 Oktober 2014 ada di Arktik dan sekitarnya," urai Ma'rufin.

File:Solar eclipse types.svg
Pada 20 Maret 2015, gerhana Matahari juga akan terlihat di Antartika dan sekitarnya, termasuk seluruh Eropa Barat, sebagian Afrika Utara, dan Timur Tengah. "Untuk gerhana Matahari 13 September 2015, kembali Antartika saja yang bisa melihatnya," imbuh Ma'rufin.
Ilustrasi wilayah yang bisa melihat gerhana Matahari pada 20 Maret 2015. Indonesia tidak termasuk dalam wilayah yang bisa mengamatinya.
 
Untungnya, penantian tiga tahun nantinya akan berbuah manis. Pada 9 Maret 2016, beberapa wilayah Indonesia berpeluang menyaksikan gerhana Matahari total sementara lainnya mengalami gerhana Matahari sebagian dengan persentasi tutupan piringan Matahari oleh Bulan yang tinggi.

Wilayah Indonesia yang berpotensi melihat fenomena gerhana Matahari total tahun 2016 nanti adalah Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tengah. Selain Indonesia, area yang bisa melihat gerhana Matahari total adalah pasifik.

Sementara itu, untuk wilayah Jawa, ma'rufin mengungkapkan, "Jawa mengalami gerhana sebagian dengan persentase penutupan cakram Matahari saat puncak gerhana antara 80 hingga 90 persen." Dengan demikian, saat puncak gerhana nanti, warga Jawa akan melihat Matahari seperti bulan sabit tipis.
Ilustrasi wilayah yang bisa mengamati gerhana Matahari pada 9 Maret 2016. Wilayah bertanda garis biru adalah yang bisa mengamati gerhana Matahari total. Tampak beberapa wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi masuk di dalamnya.

Sabtu, 27 April 2013

Akan Ada Hujan Meteor Langka akibat Komet ISON


Komet ISON, komet yang diperkirakan menjadi komet paling terang pada tahun 2013 dan akan tampak lebih terang dari purnama, diperkirakan bakal menimbulkan hujan meteor yang berbeda dari biasanya.

Berdasarkan simulasi komputer yang dilakukan ilmuwan dengan melihat pergerakan ISON dan debu yang ditinggalkannya, hujan meteor diperkirakan terjadi pada 12 Januari 2014. Hujan meteor ini akan menjadi hujan meteor langka.

Hujan meteor langka tersebut disebabkan oleh adanya partikel debu komet yang bergerak dua arah, mendekati dan menjauhi Bumi. Sebab lainnya adalah ukuran partikel debu komet yang bahkan lebih kecil dari diameter sel darah merah manusia.

Biasanya, komet hanya akan meninggalkan jejak di belakangnya. Namun, dalam kasus ini, karena komet bergerak sangat dekat dengan Matahari, akan ada pula partikel yang diempaskan akibat tekanan bintang pusat tata surya itu.

"Itu artinya kita akan memiliki partikel yang mengarah menjauhi dan mendekati Bumi. Jarang kita menjumpai adanya partikel yang datang ke luar dan dalam sekaligus," kata Bill Cooke, periset Meteoroid Environmental Center di Marshall Spaceflight Center, Huntsville, seperti dikutip Discovery, Selasa (23/4/2013).

Astronom Paul Wiegert dari University of Western Ontario mengatakan, karena ukuran partikel debu yang sangat kecil, partikel takkan menimbulkan hujan meteor biasa alias bintang jatuh. Meski bergerak dengan kecepatan mencapai 200 km/jam, partikel akan tampak diam.

Hujan meteor langka nantinya akan tampak lebih menyerupai awan biru bercahaya. Fenomena ini disebut noctilucent atau awan bercahaya malam hari. Debu komet akan secara diam-diam sampai ke permukaan Bumi.

Komet ISON ditemukan pada bulan September 2012 oleh astronom amatir Rusia. Nama ISON diambil dari nama fasilitas yang dipakai untuk menemukannya, International Scientific Optical Network (ISON). Komet ini dipercaya baru memasuki tata surya pertama kali dalam 110.000 tahun terakhir.

Ketika bergerak mendekati Matahari, komet kemungkinan takkan survive. Jika sampai lolos, komet nantinya akan berjarak 1.120.000 km dari Matahari pada 28 November 2013. Jarak terdekat dengan Bumi akan mencapai 64 juta km pada 26 Desember 2013.
Sumber :
DISCOVERY

Jumat, 05 April 2013

Ini Dia Wajah Komet Paling Terang Tahun Ini


Satelit milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Swift, berhasil mengabadikan wajah komet ISON. Komet ini dipastikan menjadi yang paling terang tahun ini dan berpotensi menjadi yang paling terang selama 50 tahun terakhir.

Swift sebenarnya dipakai untuk mengamati fenomena pada bintang yang berjarak jauh dari Bumi. Satelit ini telah mengamati ISON dalam dua bulan terakhir. Foto wajah komet ISON yang diambil satelit ini dirilis pada Sabtu (30/3/2013).

Dalam foto tersebut, ISON tampak sebagai bola putih terang dengan ekor gas pendek. Saat dipotret oleh Swift, ISON sedang berada pada jarak 670 juta kilometer dari Bumi dan 740 juta kilometer dari Matahari.

Komet tersusun atas inti es, gas beku, dan debu yang bercampur membentuk struktur bola. Es pada komet akan tetap beku hingga komet mencapai wilayah berjarak tiga kali jarak Bumi-Matahari di Tata Surya. Saat itu, materi beku akan menyublim, membentuk ekor gas yang membuat komet tampak terang.

"Menggunakan citra yang didapat selama dua bulan dari Ultraviolet/Optical Telescope (UVOT) pada satelit Swift, tim berhasil memperkirakan produksi air dan debu pada komet untuk menebak ukuran inti esnya," papar NASA dalam pernyataannya.

Observasi Swift menunjukkan, saat ini ISON menghasilkan 51.000 kg debu dan 60 kg air setiap menitnya. Jumlah ini sebenarnya kurang sesuai untuk komet sekelas ISON yang diprediksikan akan menjadi "komet abad ini".

"Ketidakcocokan yang kami deteksi antara jumlah air dan debu yang dihasilkan ISON menunjukkan bahwa sublimasi air belum banyak terjadi karena komet masih terlalu jauh dari Matahari," kata Dennis Bodewits, pemimpin investigasi ISON dari University of Maryland di College Park.

"Materi yang mudah menguap lain, seperti es karbon dioksida dan karbon monoksida, menguap pada jarak yang lebih jauh dan kini mendayai aktivitas komet ISON," tambah Bodewits seperti dikutip Space, Sabtu.

Komet ISON ditemukan pada bulan September 2012 oleh astronom asal Rusia, Vitali Nevski dan Artyom Novichonok. Mereka menemukannya dengan instrumen International Scientific Optical Network (ISON) di dekat Kislovodsk. Nama komet diambil dari nama instrumen yang dipakai untuk menemukannya.

Komet ISON diperkirakan akan tampak paling terang pada 28 November 2013. Komet ini akan lebih terang dari Purnama dan bahkan bisa dilihat pada siang hari. Walau ada prediksi bahwa ISON takkan seterang yang diduga, kehadirannya tetap layak ditunggu.

Meteorit Hijau di Maroko Diduga dari Merkurius

Meteorit berwarna hijau yang ditemukan di Moroko pada tahun 2012 lalu diduga berasal dari Planet Merkurius. Dugaan ini muncul karena karakteristik meteorit tersebut berbeda dengan karakteristik meteorit lainnya yang jatuh ke Bumi dan mirip dengan karakteristik planet terdekat dengan Matahari dalam sistem tata surya kita itu.
Hal tersebut disampaikan oleh Anthony Irving, profesor ilmu tentang bumi dan luar angkasa dari University of Washington, AS, dalam acara 44-th annual Lunar and Planetary Science Conference di Woodland, Texas.
"Ini mungkin sebuah sampel yang berasal dari Merkurius atau dari benda lain yang lebih kecil dari Merkurius, tapi karakteristiknya mirip seperti Merkurius," kata Irving sebagaimana dikutip Space.com, Kamis (28/3/2013) lalu.
Ia menambahkan, suatu tumbukan kuat telah melemparkan meteorit hijau ini ke bumi. Selain itu, meteorit ini berusia sangat tua. Irving dan timnya memperkirakan usia batu luar angkasa ini mencapai 4,56 miliar tahun.
Dugaan Irving didasari temuan yang menunjukkan kalau meteorit yang bernama resmi NWA 7325 ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan meteorit lain yang berasal dari Mars atau asteroid yang berada di dalam sistem tata surya, yang telah ditemukan oleh para peneliti hingga saat ini.
Meteorit yang berasal dari Mars ini disertai dengan partikel yang ada di atmosfer planet tersebut, yang membuatnya mudah untuk dikenali. Sementara batuan angkasa dari Vesta, salah satu asteroid terbesar di sistem tata surya kita, sifat kimiawinya berbeda.
Irving menyatakan kalau NWA 7325 memiliki intensitas magnet yang lebih rendah dibandingkan batuan lain, yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Didukung oleh data yang dikirim dari wahana luar angkasa Messenger, milik NASA, orbit di sekitar Merkurius menunjukkan bahwa sifat kemagnetan yang rendah dari planet tersebut sangat mirip dengan yang ditemukan pada meteorit berwarna hijau ini.
Hasil observasi Messenger juga memberikan Irving bukti terbaru yang bisa mendukung hipotesisnya. Salah satunya adalah karakteristik geologis dan komposisi kimia permukaan Merkurius, yang diketahui oleh para peneliti, memiliki kandungan besi yang sangat rendah. Begitu pun dengan meteorit ini yang kandungan besinya sangat rendah sehingga mengesankan dari mana pun batuan ini berasal, badan induknya mirip dengan Merkurius.
Irving mengatakan, meteorit ini tercipta dan dan tiba-tiba terlempar dari planet atau benda langit lainnya yang memiliki aliran magma di permukaannya pada satu waktu dalam sejarah tempat tersebut. Bukti yang ada menunjukkan kalau batu tersebut terbentuk sebagai buih yang ada di bagian puncak magma tersebut.